Wednesday 25 May 2016

That Miracle named Daffa

Segala sesuatu yang pertama emang ga akan pernah dilupain.
Seperti pertama kali jatuh cinta, atau pertama kali patah hati.
Bahagia dan sakit.
Iya, melahirkan ibarat jatuh cinta dan patah hati dalam satu waktu.
Bahagia karena segera bertemu dengan si mungil, dan sakit tak tertahankan dalam proses nya.
---
Pagi itu, selasa 3 Mei 2016, aku ke kamar mandi, menunaikan hajat ingin pipis. Tak disangka, saat itu bersamaan keluarlah darah bercampur lendir. Tanda persalinan sudah di depan mata. Seneng campur ngeri.
Usia kehamilanku sudah 40 minggu 3 hari kalo menurut hitungan HPHT (Hari Pertama Haid Terakhir) atau 39 minggu menurut hasil USG dokter, yang artinya si bayi sudah siap untuk menatap dunia.

Siang hari nya, aku kontrol ke dokter seperti biasa, aku cerita kejadian tadi pagi, dan dokter memutuskan untuk segera memeriksa kondisi ku, sapa tau memang sudah ada pembukaan.

Pembukaan 1, kata dokter. Saat itu sekitar jam 1 siang dan aku masih belum merasakan apa-apa.

Dokter bilang MRS (masuk rumah sakit), tapi aku menolak karena belum ada tanda mules. Akhirnya, aku pulang setelah hasil NST (non stress testing) bayiku dinyatakan baik.

---
Di rumah, mama suruh aku banyak jalan. Jongkok berdiri. Sujud. Dan lain-lain. Katanya, bisa mempercepatn bukaan. Aku iya in aja. Aku thawaf di halaman belakang rumah. Sama jongkok berdiri di depan TV.

Sampai maghrib, aku masih sempat sholat. Walaupun sebenernya bingung ini boleh sholat apa enggak karena aku udah mulai ngeluarin darah walau sedikit.

Dan rasa mules paling dahsyat yang pernah aku alami dimulai setelah ini.

Aku mulai merasakan rasa rasa mules pengen eek.
Mulai dari level biasa aja, dan kemudian meningkatan seiring berjalan nya waktu.

Jam 8 malem, rasa mules nya mulai menjadi.
Aku mulai tiduran di kamar nahan sakit.
Frekuensi mules nya mulai teratur datang dan pergi.
Dan jam 9 malem itu, diputuskan untuk segera berangkat ke rumah sakit.

---

Kami langsung menuju UGD, suamiku ngurusin administrasi kamar, dan aku ditangani oleh seorang perempuan yang seperti nya bidan.
Setelah ditanya macem2, akhirnya diperiksa lagi bukaannya.
Dan ternyata sudah bukaan 3.

Setelah diambil sampel darah, urine, pasang infus, dan selesai urusan administrasi, aku segera dibawa ke ruang VK.

Ga berapa lama, seorang suster datang bawain aku baju ganti.

Dan, malam itu, aku ga bisa tidur nyenyak. Rasa sakit yang datang dan pergi. Dan masih ada rasa ngeri bayangin proses lahirannya. Hmmm...

Bersyukur, suami, orang tua, dan mertua setia menemani.

---

Jam 5 pagi..
Seorang perempuan datang, cek tensi darah, suhu, sama bukaan.

Daaan...

Masih bukaan 3.

---

Jam 12 siang..
Seorang perempuan melakukan hal yang sama.

Masih bukaan 3.

---

Dan ga lama setelah itu, aku ngerasain sakit yang luar biasa.
Beneran sakiiitt bangettt...
Sampe mau ngomong aja rasanya ga punya tenaga.
Cuma bisa netesin air mata sambil dzikir dalam hati.
Ya Allah...
Beneran udah ga kuat rasanya.
Aku bilang sama suami, aku minta epidural relief pain aja.
Sakit nya udah banget2.
Dan suami akhirnya konsul ke dokternya.

---

Jam 3 sore, dokter nya visite.
Dan dokter bilang aku belum bisa dikasi epidural relief pain kalo bukaan ku masih pasif. Biasanya epidural dikasi buat yang bukaannya udah 5 ke atas.
Akhirnya diputuskan untuk lihat lagi bukaannya.

Daaan...

Masih bukaan 3.

Sempet hopeless.

Udah sesakit ini, kok ya belum nambah-nambah.

Tapi aku masih semangat, tunggulah sampai nanti malem.

---

Jam 7 malem.

Diperiksa lagi bukaannya.

Dan masih bukaan 3.

Dokter kasi 2 opsi, mau di induksi atau SC?

Dari awal -awal aku udah enggak mau di induksi, karena konon katanya rasanya sakiit banget.
Udah gitu karena obatnya masuk lewat IV drip selama 10 jam, aku juga jadi mikir-mikir kalo harus nahan sakit selama itu dengan konsekuensi keberhasilannya fifty fifty. Belum tentu berhasil.

Keluarga menyerahkan semua keputusan di aku.
Mama yg udah ga tega lihat aku sakit seharian, dukung SC.
Mertua ku bilang, yang penting ibu sama bayi nya sehat.
Dan suami ku bilang, apapun yg bakal aku pilih, dia bakal selalu nemenin.

Aku bingung.

Aku pengen bisa lahiran normal.
Tapi aku udah ga kuat nahan sakit nya.

Akhirnya, sambil nangis karena nahan sakit dan sedih, aku bilang ke suamiku kalo aku mau SC aja.

Dan jam setengah 8 malem, diputuskan untuk SC malem itu juga.

---

Jam setengah 10, aku mulai masuk kamar isolasi.

Udah ga ada suami dan keluarga yg nemenin.

Sendirian.

Ga lama setelah itu, tiba-tiba ketubanku pecah.

Aku ngerasain sakit yang luar biasa hebat.

Rasanya kayak ada sesuatu yg mau keluar. Aku tahan buat ga ngeden, tapi ga bisa.

Sambil didorong menuju ruang operasi aku sempet ngeden beberapa kali.

Aku masih mulet2 nahan sakit bahkan setelah di atas meja operasi.

Sampe akhirnya terakhir yang aku inget adalah, seseorang mendekat, lalu menyuntikkan sesuatu ke dalam selang infus, dan aku udah ga ingat apa2 lagi..

Aku tiba-tiba bangun dengan keadaan tangan udah dipasangin alat-alat dan ada dokter di depanku...

Dan ga berapa lama kemudian, Daffa keluar, aku ga denger suara tangisannya, masih antara sadar dan enggak, aku cuman denger dokter ngasi selamat sambil bilang anakku cowok..

Trus Daffa ditaro di atas dadaku, IMD, meskipun ga berhasil karena ASI belum keluar, tapi pertemuam pertama ibu dan bayi nya nampaknya akan jadi sesuatu yang ga bakal bisa dilupain seumur hidup. I kiss him for the first time.

Sementara dokter masih nyelesein jahit perutku, Daffa dibawa ke ruang lain, dibersihkan, dan ketemu ayah serta nenek-kakeknya lengkap. Dan untuk pertama kalinya dikumandangkan adzan dan iqamat di telinga nya.

... that cute miracle, we've named him, Daffa Muhammad Hamizan.
---
Daffa, Meets world
Very fresh from the uterus.

'bout me...

My photo
Lamongan, Surabaya, Jawa Timur, Indonesia
a future pharmacist... I'm learning more about many things!!